He Never Said He's Perfect

Ketika semesta rasanya sedang berkonspirasi

 

Minggu ini, saya akan menceritakan beberapa pengalaman online daters. Sama seperti hampir semua hal di dunia ini, online dating pun tidak bebas dari resiko dan kejadian-kejadian yang mengagetkan.

 

Setelah seminggu membahas tentang pengalaman dari para pelaku online dating, banyak sekali cerita yang mereka bagi. Ada yang berakhir manis, pahit, bahkan ada yang sampai sekarang belum ketahuan rasanya apa (loh?).

Lalu ada kisah dari salah satu teman saya, Karina, yang rasanya terlalu manis untuk tak dibagi. Percaya deh, setelah mendengar cerita ini saya pun jadi semakin yakin kalau jodoh bisa datang dari mana saja, tak terkecuali online dating.

Karina adalah seorang dokter gigi cantik yang pemalu dan sedikit tertutup. Tidak mudah ‘memaksanya’ untuk menceritakan cerita hari ini. Beberapa bulan yang lalu, berangkat dari kata ‘iseng’ dan karena usulan teman, Karina yang memang sudah lama menjomblo mencoba membuat akun di salah satu online dating site. Setelah melihat-lihat, Karina merasa belum ada calon pasangan yang benar-benar menarik perhatiannya. Sampai suatu hari, sebuah pesan ‘Hai’ dari laki-laki bernama Kaffie membuatnya penasaran.

Jika dilihat dari foto profilnya, Kaffie cukup tampan dan menarik. Ditambah caranya menjelaskan diri di bio profil menyiratkan bahwa ia laki-laki yang humoris. Karina pun membalas pesan Kaffie dan tak disangka obrolan mereka terus dan terus dan terus berlanjut hingga ke kencan pertama!

Awalnya Karina merasa ragu untuk menemui Kaffie.

“Gimana kalo ternyata dia nggak seganteng fotonya?”

“Duh, kalo ketemu langsung ngobrolnya bakal senyaman di dunia online ga ya?”

“Kalo dia yang jadi ilfil sama gue gimana?”

Dan jutaan keraguan lainnya terus menghantui Karina sampai akhirnya ia mengambil keputusan;

“Ketemu aja dulu deh, masalah nantinya gimana urusan belakangan. Toh, kalaupun ternyata ga sesuai ekspektasi, kita masih bisa temenan.”

Akhirnya ia memberanikan diri untuk menemui Kaffie di salah satu kafe di kawasan Pondok Indah.

Sesampainya di kafe tersebut, matanya langsung mencari laki-laki berbaju kemeja biru tua, seperti yang dijelaskan Kaffie. Ketika akhirnya ia menemukan sosok laki-laki itu, ia malah jadi ragu. Bukan, bukan karena ternyata Kaffie tidak seganteng foto profilnya, justru karena Kaffie terlihat jauh lebih tampan aslinya. Jika saya harus menirukan ucapan Karina, maka begini: “Gue sempet bengong, kirain yang gue liat itu Keanu Reeves!”

Oke, mungkin Karina sedikit berlebihan. Tapi namanya juga lagi dimabuk kepayang.

Keanu Reeves eh, Kaffie melambaikan tangan dan Karina pun perlahan menghampirinya. Dimulai dengan obrolan kecil untuk mencairkan suasana, pelan tapi pasti mereka justru makin terhanyut oleh serunya percakapan sore itu. Melalui obrolan tatap muka pertama mereka, Karina menemukan Kaffie adalah sosok yang dicarinya selama ini. Ia merasa sudah begitu mengenal Kaffie dan semakin jauh mereka berbincang, semakin dirinya merasa nyaman ada di dekat Kaffie. Tak terasa, waktu sudah menunjukkan jam-untuk-Karina-sudah-saatnya-di-rumah. Kaffie pun mengantarnya pulang.

Ada yang aneh dirasakan Karina. Aneh, karena meskipun baru pertama kali bertemu, rasanya ia tak ingin menyudahi waktu yang dihabiskan bersama Kaffie. Rasanya ia tak rela kebersamaan mereka usai hari itu. Dengan berat hati, mereka mengucapkan salam perpisahan.

Setelah kencan pertama (yang berjalan sangat sukses) itu, mereka masih terus berkomunikasi bahkan intensitas pertemuan mereka juga menjadi semakin sering. Entah kini sudah kencan ke berapa yang mereka lalui. Ya, benar. Mereka bisa dikatakan sudah resmi berpacaran, meskipun tanpa ada acara ‘penembakan’.

Delapan bulan berlalu, keluarga pun sudah saling bertemu (tidak, saya tidak sedang berpantun), mereka akhirnya memutuskan untuk memasuki jenjang yang lebih serius; MENIKAH.

Sebagai salah satu teman yang ada di daftar undangan, saya tentu ikut merasa bahagia dan langsung menginterogasi Karina tentang awal pertemuan mereka, yang berakhir menjadi artikel hari ini.

 

Di perjalanan pulang setelah mendengarkan cerita Karina, sambil tersenyum saya bergumam;

“Mungkin ini saatnya saya juga membuat akun di online dating.......”