#DetektifSETIPE : Waspada Kasus Pemerasan

Tidak hanya harta, perasaan pun bisa diperas.

 

Dalam kurun waktu satu minggu penuh, SETIPE.COM akan berperan sebagai detektif (anggap saja ini adalah Sherlock Holmes yang sedang mencoba menyelediki kasus percintaan, karena bosan dengan kasus kriminal) karena banyaknya kasus yang belum dipecahkan oleh kalian semua. Banyak yang menganggap, hanya karena kasus percintaan itu berhubungan dengan perasaan, akal sehat perlu ditinggalkan. Salah total. Ingat, usia kita berjalan terus, dan sudah tidak sepantasnya kita berperilaku seperti anak-anak yang baru puber. Mari kita melatih logika untuk bekerja sama dengan perasaan. Bergeraklah dengan matang.

Disclaimer: Detektif hanya bertugas untuk menyelidiki dan memberikan pilihan solusi. Ingat, saya bukan Tuhan atau dewi cinta. Kelanjutan dari hubunganmu itu tergantung oleh restu Tuhan dan usaha dari kalian berdua.

Kasus kali ini adalah tentang pemerasan. Ya, saya juga pernah beberapa kali mengamati kasus pemerasan yang berujung pada tindakan kriminal. Bayangkan, kalau di film, biasanya ketika terjadi pemerasan, yang diperas adalah harta. Akan tetapi kasus hari ini adalah ketika perasaan dan belas kasihanmu yang diperas. Saya cukup yakin (cukup, dan bukan sangat, karena ya saya tidak mengenal kalian semua) kalau sebagian besar dari kita pernah menjadi si pemeras atau yang diperas.

 

Kasus #5 > Pelaku: Kamu dan X (Nama alias: Edo)

Kasus: 

Hubunganmu dan Edo harus berakhir. Sudah lama kamu tidak tahan dengan sikap Edo yang sangat posesif dan tidak independen. Edo sebenarnya baik dan menyenangkan, ya kalau tidak, mana mungkin hubungan kalian bisa bertahan hingga 7 tahun seperti ini. Tetapi, semakin kamu tumbuh dewasa, semakin kamu sadar bahwa kamu butuh untuk ‘tumbuh’ tanpa ditahan siapa pun. 

Edo adalah orang yang sangat pintar, namun pemalu. Dia kurang supel, dan cenderung rendah diri. Sering sekali kamu mengajaknya untuk bergabung dengan teman-temanmu, tetapi dia selalu diam saja. Tidak ada usaha untuk membuka diri. Dia hanya akan membuka diri kalau sedang berdua denganmu.  

Awalnya, kamu tidak menganggap hal itu sebagai masalah. Tetapi setelah kamu sadar bahwa usia kalian sudah di atas 27 tahun, menurutmu sifat Edo yang dependen itu mengganggumu. Setelah setahun lebih menahan diri, akhirnya kamu tidak tahan dan minta putus dengan Edo. Kamu menjelaskan permasalahanmu, apa yang kamu rasakan, namun Edo tidak mau mendengarkan. Dia hanya bilang, “Aku nggak mau putus, aku mau jadi apa nggak ada kamu? Kamu mau kerjaanku berantakan semua?”

Dan Edo terus mengulang perkataannya itu. Bahwa dia tidak bisa hidup tanpamu, pekerjaannya berantakan karenamu.

 

Analisa:

Ugh. Pertanyaan macam apa itu? Tetapi sayangnya, hal ini sering terjadi. Pacar menggunakan ‘emotional blackmail’ sebagai taktik agar kamu tidak meninggalkannya. Tentu kamu masih sayang dengannya, 7 tahun bukan waktu yang sebentar. Kamu pun tahu kalau dia adalah orang yang baik dan sangat sayang denganmu. Dia tidak pernah macam-macam. Tapi kamu butuh lebih. Kamu membutuhkan sosok pasangan yang bisa berdiri sendiri dan tidak selalu bersandar kepadamu. Kamu sudah tidak lagi berada di usia yang mentoleransi orang yang tidak independen.

Kamu pun sadar kalau Edo sangat membutuhkanmu. Selama ini, kamulah yang berhasil memotivasi Edo untuk berbuat sesuatu. Untuk menyelesaikan kuliahnya, untuk melamar kerja, untuk bekerja keras. Basically, kamu adalah sumber motivasi Edo selama ini.

Di satu sisi, kamu merasa kasihan. Kamu tidak ingin Edo kehilangan semangatnya, tetapi kamu juga merasa lelah menjadi babysitter untuknya selama ini.

 

Solusi (pilihan ganda):

1. Minta bala bantuan dari ‘tega’

Ya, saya tahu, tidaklah mudah untuk bersikap tega dengan orang yang penting di hidupmu. Tetapi kamu harus ingat, apa yang dia lakukan dengan hidupnya itu bukanlah tanggung jawabmu. Kalau kamu percaya dengan konsep ‘independen’, cobalah untuk kalahkan rasa kasihanmu dengan kepercayaanmu itu. Dia adalah seorang pria sehat lahir batin yang seharusnya memegang kendali atas hidupnya sendiri.

2. Buka lembaran baru

Coba jujurlah kepada dirimu sendiri. Apakah kamu sebenarnya masih ingin berusaha agar hubungan ini berhasil? Apakah keputusanmu untuk berpisah sebenarnya dilandasi emosi? Kalau sebenarnya kamu masih ingin melanjutkan hubungan, bicarakanlah dengannya. Tetapi saya percaya, sayang itu tidak cukup. Kamu harus benar-benar terbuka tentang apa yang kamu rasakan, dan biarkan dia terbuka juga. Kalian bisa mencoba lagi, dengan catatan: bukalah lembaran baru.

 

Ya, saya sadar kalau pilihan solusi yang diberikan hanya ada dua. Karena memang di sini pilihan jelasnya hanyalah putus atau lanjut bersyarat. Tidakkah kamu ingin memiliki hubungan sehat di mana kalian bisa tumbuh bersama?