‘Keracunan’ Zat Bernama Cinta

setipedotcom-advice-marshahabib-keracunanzatbernamacinta

Sayangnya, tidak ada dari kita yang selamat

 

Seperti yang kita ketahui (atau pura-pura tidak mengetahui), cinta datang tanpa petunjuk dan bantuan customer service. Cinta adalah makhluk aneh yang tidak bisa dijelaskan asal mula, keberadaan, dan tujuannya. Terkadang kita mendapati diri kita bertanya kepada cinta, “Siapa kamu, dan apa maumu?” Namun banyak juga yang bilang kalau cinta itu tidak untuk dimengerti, tapi untuk dirasakan. Tetapi, kata siapa cinta itu hanya untuk dirasakan? Nah, mari minggu ini kita mencoba mengerti cinta secara objektif. Ayo kenakan jas lab, pakai kacamatamu, dan mari kita kupas habis si makhluk aneh!

 

Kita terlahir untuk berhubungan.

Kalian pasti tahu, kalau dibandingkan dengan binatang dan tumbuhan, kita adalah makhluk hidup yang paling senang bersosialisasi dan memiliki hubungan. Sejak lahir, kita sudah ‘diprogram’ untuk membutuhkan keberadaan orang lain, baik secara fisik maupun emosi. Menurut Roy Baumister dan Mark Leary, duo professor psikologi yang telah mempelajari pertumbuhan psikologis manusia bertahun-tahun, spesies kita telah mengembangkan kekuatan yang fundamental untuk mencari, menjalankan dan mempertahankan interpersonal attachments. We all feel the need to belong.

Kita tidak butuh semua orang, tetapi seseorang.

Menurut Baumeister dan Leary lagi, kebutuhan kita untuk belong tidak bisa dipuaskan oleh interaksi intens dengan banyak orang, atau dengan memiliki hubungan intim dengan seseorang tanpa interaksi yang intens. Menurut mereka, yang sebenarnya paling kita butuhkan adalah interaksi positif dalam konteks hubungan antar dua orang yang berkelanjutan, dan penuh rasa saling menghargai. Ya, kita mendambakan penghargaan dari orang yang kita hargai.

Social bond sangat bisa diasosiasikan dengan emosi kita. Karena kita sudah memiliki kebutuhan untuk belong (maaf, saya tidak bisa menemukan bahasa Indonesia yang tepat) sejak kecil, perjalanan emosi kita pun akan melewati banyak isu itu. Ketika merasa diterima dan diikutsertakan, kita akan merasakan emosi yang positif (kebahagiaan atau kepuasan), namun ketika kita merasa ditolak atau diacuhkan, kita akan merasakan emosi negatif seperti kecemburuan, depresi, dan kesepian.

 

Manusia (ya, itu kita) terlahir dengan insting untuk memiliki social attachment. Tanpa kita sadari, kita membentuk ikatan sosial dengan cepat dan mudah. Momen ketika kita lahir di dunia ini, ikatan itu pun segera terbentuk dengan ibu, ayah, atau siapapun yang merawat kita sejak kecil. Ketika kita mulai mengenal teman-teman sekelas, teman kantor, atau bahkan ketika berinteraksi dengan orang yang baru kita kenal. Ketika social attachment itu sudah terjalin, kita akan mulai mengistimewakan orang yang sudah terkoneksi dengan kita. Kita akan memperlakukannya dengan berbeda, tidak seperti kita memperlakukan orang asing. Kita akan melakukan banyak hal agar hubungan itu tidak rusak dan dapat tetap terjaga.

Karena kata attachment bisa terdengar sangat menyeramkan kalau kita tidak memahaminya (seperti Voldemort (musuhnya Harry Potter), padahal sebenarnya dia adalah makhluk kesepian yang butuh diterima apa adanya), mari kita lihat 3 tipe attachment yang telah diformulasikan oleh Weinfeld, Sroufe, Egeland, dan Carlson. (Kita mungkin tidak mengenal mereka, dan mereka tidak mengenal kita, tetapi yang jelas mereka adalah para praktisi psikologi dari Amerika yang tidak kenal lelah dalam mengamati cinta dan perasaan.)

1. Secure: Ketika kita menganggap seseorang sebagai pelindung ketika sedang mengeksplorasi sesuatu yang tidak familiar. Apabila kita ditinggal oleh orang itu, kita akan marah karena merasa tidak ada tiang untuk pegangan, tetapi akan langsung melupakan kemarahan itu ketika dia kembali. Intinya, marah ketika ditinggal, tetapi langsung senang ketika dia kembali.

2. Anxious-resistant: Tipe yang ini adalah ketika kita marah saat ditinggal, dan tetap marah serta menolak untuk berinteraksi ketika orang itu kembali. Ini adalah tipe attachment yang biasa kita lihat di sinetron. ‘Kalau bisa ngambek, kenapa harus baikkan?’

3. Anxious-avoidant: Dari luar, tipe ini sama sekali tidak terlihat seperti ‘attached’. Anxious-avoidant terjadi ketika kita memperlakukan orang asing sama dengan memperlakukan orang yang dekat dengan kita. Tidak ada perubahan emosi ketika kita ditinggal. Hal ini bisa timbul dari pengalaman kita ditolak oleh orang yang penting untuk kita, atau ketika mereka tidak ada di saat kita sangat membutuhkannya. Bentuk attachment yang ini adalah yang paling misterius dan banyak intriknya, seperti Rangga di Ada Apa Dengan Cinta. (Setuju, kan?)

 

Oke. Sekarang kalian boleh melepas jas lab dan kacamata, lalu kembali ke aktivitas sehari-hari. Proses pengupasan hari ini sudah selesai. Walaupun artikel ini mungkin hanya bisa memenuhi 0,000001% dari proses keseluruhan, tetapi saya yakin (atau berharap) bahwa perlahan, kita jadi lebih mengerti cinta dan tidak takut dengan keberadaannya. Ya, tidak harus hari ini. Mudah-mudahan tahun depan.